Semester 3 adalah masa di mana aku akhirnya punya jurusan. Hamdallah, nggak bingung lagi kalau harus jawab "kuliah jurusan apa?", berhubung SITH itu agak repot menjelaskan, mulai dari singkatan, bedanya prodi Sains dan Rekayasa, lokasinya di Ganesha atau Jatinangor, dan kenapa namanya sekolah bukan fakultas. Well, satu tahun TPB (Tahap Persiapan Bersama) membuatku belajar banyak hal, yang pasti indah dikenang tapi enggan untuk diulang. Terimakasih :)
Sebagian orang mungkin tau, jurusanku sekarang sebenarnya bukanlah pilihan pertama. Di kuisioner, ketiga isiannya kuisi dengan Mikrobiologi, idaman sejak bertekad masuk SITH-S ITB. Tapi memang Allah punya jawaban lain, aku dikasih kepercayaan untuk berada di tempat yang bukan pilihanku, berada di sini makin membuatku yakin untuk berkembang lebih baik daripada kemauanku yang sejujurnya memang agak bikin ragu-ragu.
Kecewa sewajarnya, aku sadar saat TPB nggak mengerahkan tenaga sekuat mungkin. Aku nggak seambis maba-maba ITB lain yang seakan 'menjarah' perpustakaan setiap waktu. Tapi kupikir itu bukan masalah yang besar, ada harga yang setimpal dari pengalaman yang sedikit banyak menyita fokusku saat itu. Aku tau hal-hal yang kuraih di luar apa yang kupelajari dalam kelas suatu saat nanti bakal berguna, nggak tau kapan tapi pasti, insyaAllah.
Pelaksanaannya 5 (atau 6x gitu ya) tapi nggak berturut-turut di tengah masa liburan (Juli - Agustus 2017), dipenuhi dengan drama yang you-know-what lah ya, malah sempat ada tragedi juga pas aku collapse di hari kedua PPAB Nymphaea itu. Hal ini sontak bikin aku ngerasa lemah banget, secara fisik dan psikis. Udah cukup lama nggak beraktivitas olahraga lagi, terakhir ya pas mata kuliah Olahraga aja, haha, dan sampai saat ini pun masih belum rutin. BRUH!
Secara mental, aku sempat ngerasa stres yang nggak terkontrol, beberapa waktu kadang nangis tanpa sebab, ketakutan nggak jelas, dan sempat berpikir apakah mungkin aku depresi atau nggak. Iya, segitunya emang! Meski belakangan ini orang-orang nggak sungkan menyatakan bahwa mereka mengalami depresi, aku selalu berusaha untuk jangan sampai demikian. Maksudku, aku membayangkan hal ini cuma over-stress. Mungkin waktu itu aku nggak lagi jago me-manage diriku sendiri aja.
Alhamdulillah-nya, stres ini masih bisa ditangani dengan baik. Selain curhat ke Allah—tentu saja, aku memberanikan diri untuk cerita ke psikolog dan nggak malu untuk bilang ke Mamah kalau lagi nge-down. Buat aku, nangis ke Mamah adalah hal yang sebisa mungkin dihindari. Bukan jadi sok kuat, tapi pantang rasanya sebagai anak sulung untuk sering ngeluh di hadapan manusia yang bahkan punya banyak hal yang bisa aja dikeluhkan tapi tetap berusaha tegar ngejalaninnya (my mom nailed it!).
Sumber: Album Kulap Pangandaran Biosis 2017 |
Sebagian orang mungkin tau, jurusanku sekarang sebenarnya bukanlah pilihan pertama. Di kuisioner, ketiga isiannya kuisi dengan Mikrobiologi, idaman sejak bertekad masuk SITH-S ITB. Tapi memang Allah punya jawaban lain, aku dikasih kepercayaan untuk berada di tempat yang bukan pilihanku, berada di sini makin membuatku yakin untuk berkembang lebih baik daripada kemauanku yang sejujurnya memang agak bikin ragu-ragu.
Kecewa sewajarnya, aku sadar saat TPB nggak mengerahkan tenaga sekuat mungkin. Aku nggak seambis maba-maba ITB lain yang seakan 'menjarah' perpustakaan setiap waktu. Tapi kupikir itu bukan masalah yang besar, ada harga yang setimpal dari pengalaman yang sedikit banyak menyita fokusku saat itu. Aku tau hal-hal yang kuraih di luar apa yang kupelajari dalam kelas suatu saat nanti bakal berguna, nggak tau kapan tapi pasti, insyaAllah.
| Berkat Ini, Aku Tahu Kapasitas Diriku
Memasuki semester tiga, tradisi ala jurusan masing-masing lebih kerasa. Aku ikut PPAB Nymphaea (yang singkatannya apakah Proses Penerimaan Anggota Baru atau bukan) intinya setara dengan ospek jurusan supaya bisa masuk himpunan. Hukumnya nggak wajib sih, sunnah muakkad, tapi kupikir nggak ada salahnya juga kalau membandingkan cukup banyak manfaat yang bisa aku dapat, semoga beneran gitu ya :DPelaksanaannya 5 (atau 6x gitu ya) tapi nggak berturut-turut di tengah masa liburan (Juli - Agustus 2017), dipenuhi dengan drama yang you-know-what lah ya, malah sempat ada tragedi juga pas aku collapse di hari kedua PPAB Nymphaea itu. Hal ini sontak bikin aku ngerasa lemah banget, secara fisik dan psikis. Udah cukup lama nggak beraktivitas olahraga lagi, terakhir ya pas mata kuliah Olahraga aja, haha, dan sampai saat ini pun masih belum rutin. BRUH!
Secara mental, aku sempat ngerasa stres yang nggak terkontrol, beberapa waktu kadang nangis tanpa sebab, ketakutan nggak jelas, dan sempat berpikir apakah mungkin aku depresi atau nggak. Iya, segitunya emang! Meski belakangan ini orang-orang nggak sungkan menyatakan bahwa mereka mengalami depresi, aku selalu berusaha untuk jangan sampai demikian. Maksudku, aku membayangkan hal ini cuma over-stress. Mungkin waktu itu aku nggak lagi jago me-manage diriku sendiri aja.
Sumber: Album Kulap Pangandaran Biosis 2017 |
Alhamdulillah-nya, stres ini masih bisa ditangani dengan baik. Selain curhat ke Allah—tentu saja, aku memberanikan diri untuk cerita ke psikolog dan nggak malu untuk bilang ke Mamah kalau lagi nge-down. Buat aku, nangis ke Mamah adalah hal yang sebisa mungkin dihindari. Bukan jadi sok kuat, tapi pantang rasanya sebagai anak sulung untuk sering ngeluh di hadapan manusia yang bahkan punya banyak hal yang bisa aja dikeluhkan tapi tetap berusaha tegar ngejalaninnya (my mom nailed it!).
| Decrease in Size, Increase in Matter
Semakin dewasa seseorang, katanya pertemanan akan berkurang dari segi kuantitas, tapi meningkat dalam segi kualitas. Aku setuju! Seberapapun aku berharap punya campus squad pas kuliahan, nggak gampang untuk ngerasa nyaman. Dulu, waktu SMA, bukan hal yang sulit untuk bisa bergaul dengan siapa aja... tanpa harus ngerasa risi atau punya beban, saking sama-sama gilanya. Pas masuk kuliah, aku nggak bisa lagi ngebandingin teman-teman yang sekarang dan pas zaman sekolah dulu, atau terlalu berharap pengen punya temen yang idealnya kayak apa. Mustahil!Tapi terima kasih untuk Maylinda NS, orang ini dulunya hanya kuharapkan sebagai "teman yang sama-sama kesasar gegara dilempar jurusan, pendamping agar—paling nggak—bisa selamat bertahan dan lulus tepat waktu di jurusan ini". Jahat banget nggak sih acipa? Haha xD Tapi nyatanya May adalah orang yang memuaskan, beyond expectation karena doi benar-benar memberikan lebih dari sekadar apa yang kupinta.
Sesederhana jadi teman yang minta di-tag bangku di kelas Biosistematika, teman makan siang di segala kantin ITB (termasuk Jeprut), teman menumpang karena kosannya paling bikin fokus, teman tidur di asrama pas kulap, dan segala momen yang akan datang. May memang bukan teman yang paling ideal—pun dengan aku sendiri, tapi dengan May aku nggak harus jaim untuk bilang unek-unek pribadi. May nggak pernah bikin aku canggung, May nggak kapok aku omelin kalau jurnal dan laprak Kimia Organiknya termepet deadline, May nggak sungkan untuk ngasih tau aku PIN ATM-nya
Meski sesekali masih berharap punya #campussquadgoal, aku nggak sedih kalau di jurusan ini aku hanya punya satu sahabat dekat, karena aku tau bahwa May bisa ngelakuin itu semua barengan aku. Makasih ya, Linda :) Ayo hajar lima semester ke depan bersama!
| Stand Up and Take Action
Ada banyak hal lain juga yang kupelajari di semester ini, mencoba mempertimbangkan diri ketika terlibat dalam kegiatan non-akademik kampus. Aku masih seperti acipa yang berharap dapat belajar banyak hal kok, tapi mungkin jadi lebih pemilih biar nggak mengulang kesalahan yang sama. Meski kontribusiku tak semaksimal itu, aku memahami diriku sendiri untuk benar-benar berada di tempat yang tepat. Right man on the right place with the right character. Aku jadi makin mengerti bagaimana memosisikan diri dan orang lain ketika aku berperan jadi yang memimpin atau yang dipimpin. Nobody said it was easy, huh?| We Expect Because We Trust
Dan ini tentang ekspektasi, ceramah Ust. Maulana di Islam Itu Indah pagi terakhir di 2017 kemarin mengingatkanku, bahwa saat pekerjaan dilakukan banyak orang, kadangkala kita terlalu mengharapkan orang lain untuk mengerjakannya sesuai apa yang kita mau, dan orang-orang berpikir sama hingga akhirnya pekerjaan lama diselesaikan. Dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan sendiri, benar-benar selesai sesuai harapan. Emang sih, kalau dilakuin bareng-bareng tentunya bakal lebih ringan (dan seharusnya cepat), dengan syarat setiap orang punya kesadaran akan tanggung jawabnya masing-masing.Ekspektasi acapkali memberikan kekecewaan, tapi aku nggak kapok untuk masih melakukannya. Aku nggak akan menaik-turunkan ekspektasi yang jadi goals ke depannya, tapi tentu saja berusaha sungguh-sungguh. Berusaha untuk nggak menyalahkan orang lain karena belum mampu mencapai itu semua, aku juga pasti ada salahnya kok.
Pendapat orang lain memang penting, tapi khayalan yang memunculkan pemikiran "gimana kalau orang lain mikir gini", "ah kayaknya menurut mereka bakal gitu", dan prasangka lainnya harus benar-benar disapu bersih. Cukup ngerasa capek karena berusaha, bukan malah capek mikirin apa kata orang sampe akhirnya malah nggak ngelakuin apa-apa.
Life is tough, so we are. Cerita dari semester tiga ini jadi refleksi buatku untuk berusaha lebih baik lagi di semester-semester berikutnya. The last but not least, beberapa hari lagi bakal semester empat, aku nggak sabar untuk nggak hanya melewatinya tapi juga meninggalkan jejak terbaik setiap waktunya. Sampai bertemu dengan 21 SKS yang semoga memberikan keberkahan ilmu yang diridhoi-Nya. Amin.
indeks mulai keluar,
Acipa(h).
Baca postingannya jadi kelempar ke masa kuliah. Sama sama baru penjurusan pas semester 3, tapi dulu ospek jurusannya satu semester yang berasa lama banget karena kejar-kejaran sama tugas kuliah juga.
ReplyDeleteTetap semangat menyongsong semester 5 ya ;)
Alhamdulillah-nya jurusanku bukan termasuk yang suka ngelama-lamain ospek. Di jurusan lain, biasanya teknik, bahkan ada yang baru akhir semester atau hampir satu tahun durasinya. Well, selama apapun, pada intinya tetap sama untuk menurunkan nilai-nilai yang dianut himpunan masing-masing.
DeleteTerimakasih :)
Rasanya saya jadi nostalgia ke semester 1-4. Bener-bener roller coaster banget. Semangat ya kuliahnya! Semoga kita bisa wisuda bareng ihihi bercanda. Salam kenal!
ReplyDeleteTingkat dua bisa dibilang transisi juga sih, kabarnya semester lima di jurusanku jadi lebih luar biasa selain semester delapan tentunya :)
DeleteSalam kenal juga kak ^^
Adik aku biologi MIPA UI tahun ini udah selesai insya Allah...
ReplyDeletemoga kuliahnya lancar ya acipa :) adik aku tuh sempat cerita SITH ITB waktu mau masuk kuliah dia duluuuu
Amin... makasih Mbak :)) Waah, enaknya di UI bisa langsung jurusan gitu ya di tahun pertama :D
Deleteaku juga menghindari curhat-curhat yang sedih ke Ibuk... takut bikin beliau jadi ikut sedih... mending cerita yang bahagia aja ke ortu... moga kuliahnya lancar ya,....
ReplyDeleteIya gitu, jadi lebih baik disimpan sendiri aja kecuali emang udah desperate banget :) Makasih Mbak :)
Deletehai! waktu aku masih rajin2nya main blog rasanya kamu (dan aku) msh SMA, sekarang udah kuliah tahun ke 2 ajaa. semangat yah acipah 😊😊
ReplyDeleteHai Kak Sarah, iya nih, udah lama gak main sama blogger Kancut Keblenger. Apa kabar? Wkwk
DeleteSemangat juga kak ^^
Hai, Cipa memberanikan diri curhat kepsikolog itu adalah pilihan yang tepat menurutku. Semakin kesini kita memang ingin memiliki teman yang ideal dan kualitasnya oke. Semoga kita selalu dianugrahi teman-teman yang baik oleh Allah aamiin. BTW semangat ya cipa kuliahnya :))
ReplyDeleteAku sendiri perlu waktu untuk bener-bener berani ketemu beliau ini, ditunda beberapa minggu sampe akhirnya dapet waktu yang tepat :)
DeleteMakasih Mbak Rahma ^^
selamat berjuang , tak ada yang selalu mudah
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tira :)
Delete