Tiga bulan kemarin, aku kerja jadi reporter magang di belia Pikiran Rakyat, sisipan koran remaja yang dimuat tiap hari Selasa. Buat kalian yang tau, belum tau, atau mungkin ada pertanyaan seputar kenapa aku bisa magang, gimana daftarnya, benefit yang didapat, atau cuma kepo aja soal keseruannya, here we go...!
Sumber: unsplash |
Kenapa aku memilih menjadi seorang jurnalis?
Nggak
bisa dipungkiri, ada dua alasan utama aku (nyoba-nyoba) ngisi waktu
liburanku kemarin dengan magang reporter. Pastinya buat yang udah baca cerita ini, paham juga alasannya kenapa. Iya, aku menulis karena dua hal: untuk kesenangan dan uang. Well,
aku nggak bisa menutup-nutupi poin yang keduanya sih, frontal mungkin
ya apalagi buat seorang kreator apapun itu, kalau udah ngomongin duit
gampang banget dicap materialistisnya.
Tapi
aku nggak bohong, buatku ketika aku menyenangi sesuatu yang dari awal
prosesnya sampai jadi hasilnya bikin aku senang, ada kepuasan yang nggak
bisa diungkapkan, bahkan tanpa aku dibayar sekalipun! Aku bakalan
semangat ngerjainnya meski mungkin aku tau apa yang aku lakukan (bisa
jadi) ngerusak schedule atau malah buang-buang waktu karena realitanya nggak sesuai ekspektasi.
Nggak papa kok, selama aku menyenanginya, orangtuaku setuju-setuju aja :D
| Rasa Senang itu Menyenangkan
Di tengah ke-hectic-an tugas-tugas dari kampus, hal apalagi yang bisa jadi penghilang stres selain nikmatin me time? Dan menjadi jurnalis, melakukan liputan, serta menulis hasilnya termasuk salah satu healing yang cukup ampuh buatku *nulis artikel hasil saduran agak mager sih tapi, hahah*. Di antara proses liputan pun, beberapa kulakukan seorang diri, ya kecuali kalau harus liputan ke luar kota ada supir dari kantor PR yang emang nemenin perjalanannya aja. Seringkali aku harus ngegantiin reporter lain yang kebetulan berhalangan dan lagi-lagi meliput sendirian, sampai bosen rasanya ditanya orang-orang "sendirian aja?"
Dan sebenarnya aku sama sekali nggak pernah bermasalah dengan itu, toh aku ngerasa happy-happy aja kok. So, people zaman now daripada nanya "sendirian aja?" melulu mending beneran temenin aku dong xP
| Bentuk Apresiasi Itu (Nggak) Harus Uang
Sedikit cerita, selain menjadi jurnalis, aku juga pernah ditawari beberapa kali untuk membawakan sebuah acara. Yes, sekalian nyari pengalaman jadi MC otodidak! Awalnya aku menyambut baik tawaran itu karena lumayan untuk nambah-nambah jam terbangku. Tapi, untuk suatu acara yang bisa dikatakan cukup besar, nggak salah rasanya ada harga yang sebanding untuk ngebayar waktu yang dilimpahkan di tengah kesibukan yang aku jalani. Hanya saja jujur, aku sendiri mengaku malu kalau sampai beneran "nagih" untuk sekadar bayaran berupa uang semata. Well, asal jangan lupa bilang "terima kasih" dan memberi kritikan atau masukan yang bisa jadi bahan evaluasiku, sepeser pun aku ikhlas nggak dibayar kalau apresiasinya bisa membangun untuk berkembang lebih baik.Dan sekali lagi, baik itu menulis, nge-MC, atau apapun itu, ketika aku sanggup memenuhi permintaan yang datang dari teman-teman, aku bakalan senang ngejalaninnya.
Sumber: unsplash |
| Tentang Keputusan Terakhir
Setelah tiga bulan menjalani pekerjaan menjadi jurnalis, aku memutuskan untuk berhenti sementara. Bukan karena aku nggak senang, bukan karena bayarannya yang gimana-gimana, tapi aku sadar betul... aku tetaplah punya kewajiban yang utama. Sebagai seorang anak dari orangtuaku, aku memilih untuk rehat sejenak dari pekerjaan ini. Kegiatan peliputan yang lebih banyak dilakukan di hari biasa dan bertabrakan dengan perkuliahan tentunya nggak bisa jadi dilema karena aku pasti milih kuliah.Dulu, Mamah dan Abahku bangga ketika aku diterima jadi reporter magang di PR sewaktu ngisi liburan. Tapi, ketika waktunya kuliah lagi, ya aku harus kuliah. Nggak bisa izin atau cabut di hari tertentu karena konsekuensinya nggak semain-main itu. Ya kampus gue ITB bok'! *eh, jumawa*
Tapi tenang, insyaallah kalau di waktu lain ada kesempatan, aku bakal ngelunasin hutang magangku tiga bulan lagi kok. Bertransformasi jadi seorang jurnalis yang senang ngeliput dan datang ke acara atau tempat yang kewl!
Kata temanku, Fahmi namanya, Acipa ini kulip-kulip, alias kuliah liputan-kuliah liputan. Padahal nggak juga kok, meski pas lagi nulis ini, aku lagi ngeliput acara juga dari Radio Kampus ITB. Teteup, jiwa reporter sejati tetap ada dalam diriku.
Ngeliput dulu ah,
Acipa
Hai, Syifa :) masih ingat kamu mampir di blog ku beberapa waktu lalu? Sekarang aku gantian mampir di blog kamu dan aku suka tulisan-tulisan kamu.
ReplyDeleteSemoga kamu bisa tetap menulis yaa ♡
Halo Kak Anna, terima kasih sudah datang. Kita pernah beberapa kali bertemu sebenarnya, kali lain semoga bertemu dan berbincang sejenak ya, hehe...
Delete