Menggulir layar beranda media sosial adalah kebiasaan burukku yang belakangan sering aku lakukan. Bukan apa-apa, aku pikir itu bisa jadi hiburan di tengah kesibukanku sekarang. Padahal, aku sadar dari situlah sumber kelelahanku berasal. Hampir dua minggu ini kebiasaan itu masih saja menggangguku. Tapi, aku bersyukur, pagi ini, baru saja, belum sekering jemuran yang kucuci, linimasaku mengingatkanku akan satu acara tahunan yang hanya ada tiap bulan Februari, #30HariMenulisSuratCinta. Dulu, entah tahun ke berapa, aku pernah ingin mengikutinya, tapi dasar si perfeksionis ini baru tahu di tengah jalan, malas kalau harus menulis tidak dari awal. Tapi kalau tidak salah, aku pernah menulisnya juga--tidak di bulan Februari, dua surat untuk dua orang yang teramat kusayangi, ini dan ini.
Tahun ini, programnya bernama #PosCintaTribu7e, apapun bentuknya, meski terlambat tiga hari dari yang seharusnya, aku mencoba memanfaatkan sisa waktu yang ada untuk menulis surat-surat yang selama ini kupendam di hati dan buku harianku. Maka, untuk surat pertama ini, aku tahu kalau kata-kataku menjemukan, masih pemanasan karena harus terbiasa menulis lagi. Teruntuk orang pertama yang menjadi tujuan dari kemana seharusnya surat ini dikirim, maaf kalau tulisanku tak bagus.
Andai harus menuliskan satu per satu nama manusia berawalan F yang kukenal, maka susunan dari huruf di nama panggilanmu adalah orang-orang yang sempat memberi isi dalam hatiku. Lucu memang, dua nama sebelumnya adalah dia-dia yang hanya lewat sekenanya, bertemu sebab titik yang menyatukan kami satu sama lain. Lalu melanjutkan titik demi titik ke arah yang berlainan, entah kan bertemu lagi di titik yang sama atau titik tadi menjadi awal dan akhir yang biasa saja.
Namun, kali ini berbeda denganmu, atau ternyata kamu si F yang biasa juga. Pertemuanku denganmu mungkin baru kusadari di hari ketiga kita berada di dalam satu kegiatan yang dimulai September tahun lalu. Hari pertama dan kedua, aku tidak menyadari kamu ada, namun di pertemuan bulan Oktober itu, setelah kita semua membicarakannya lewat grup chat messenger, aku menyadari bahwa kamu satu dari sekian kita yang akan aktif menjalankannya.
Pertemuan demi pertemuan, bisa jadi kita berdua yang paling sering untuk tak pernah absen. Ada ambisi dalam hatiku untuk menjadi si pionir utama, tapi tanpa merasa egois nyatanya aku lebih ikhlas mengakuimu sebagai orang yang lebih mampu bertanggung jawab.
Hingga akhir kegiatan itupun, semua perasaan ini masih biasa saja. Aku baru mengetahui bahwa kau memang benar-benar seorang kakak, secara harfiah pun begitu. Pantas! Dan aku tidak pernah merasa kecewa untuk menaruh kepercayaan padamu, mungkin lain ceritanya jika aku yang mengambil peran itu dulu.
Kau tahu F, selepas itu, kau masih seperti orang yang sama, aktif, vokal, dan bertanggung jawab. Saat kutahu kau ditunjuk sebagai orang pilihan di bidang pada kegiatan yang sama-sama kita ikuti, aku tidak pernah heran bahwa kaulah orangnya. Orang-orang tak pernah salah memilihmu.
Satu dua tiga kegiatan, kau emban semua tugasnya. Kegiatan satu, aku meninggalkannya. Kegiatan dua, aku masih bertahan setengah-setengah. Kegiatan tiga, aku tak berniat sama sekali. Kalau boleh aku kasih tahu, terlalu banyak pertimbangan ini-itu bagiku, mungkin karena motivasiku ingin berada di lingkaran yang sama denganmu, dan pada saat kenyataannya kau memilih jalur lain yang sepertinya tidak aku sangka sebelumnya, aku memilih menjalankan semuanya dengan setengah hati.
Maka F, kuceritakan padamu bahwa aku adalah orang yang belum mampu bertanggung jawab penuh, tidak seperti dirimu. Kupikir, rasa kagumku (yang biasanya akan berubah menjadi rasa suka), tidak berlanjut terlalu jauh. Biarlah perasaan ini mengendap dan menguap begitu saja, aku sadar diri bahwa aku bukan orang yang pantas kamu kagumi balik.
Tapi F, izinkan aku untuk belajar banyak darimu, belajar tentang bertanggung jawab yang baik, belajar tentang mengikhlaskan, belajar tentang berjuang bersama-sama. Tolong F, jangan terlalu banyak memenuhi pikiranku belakangan ini, aku sudah lelah dan jangan buat lelah lagi. Kalaupun aku sedang ingin, semoga saat aku berharap kau ada dalam tangkapan mataku, aku melihatmu saat itu, seperti waktu kemarin sore saat kau dengan pakaian putihmu yang menenangkan. Mengetahuimu baik-baik saja, sudah cukup bagiku, dan semoga aku tidak berharap lebih lebih jauh lagi.
Dari aku yang masih ingin menulis surat untukmu, dalam kesempatan dan cerita lain.
Acipa
Ah iya F, kalau seandainya kau tak sengaja (atau memang
sengaja) membaca surat ini, tolong saat kita saling sapa, jangan ungkit
surat ini. Aku tak pernah suka membicarakan cerita di blogku dengan
teman-teman dekatku, cukup untuk kau ketahui saja, aku takut kalau aku
malu.
Omoooo. Aku F. Fira.
ReplyDelete😂
Hai F, ntar kalau ketemu jangan bahas surat ini ya wkwkwk
Deletemana si F nongol donk..he2
ReplyDelete