Kekurangan Tak Mampu
Menghalangi Harapan
Terkadang aku berfikir hidupku ini tak
seharusnya begini. Sesekali aku ingin sekali berontak pada Tuhan mengenai semua
yang terjadi. Tapi apa daya diri ini tak mampu berbuat apa-apa lagi.
“Kenapa kondisi hidupku sekarang
seperti ini?”
Hanya
kalimat tanya seperti itulah yang kulontarkan setiap hari, dan berharap Tuhan
mendengarkannya. Seandainya kejadian lima tahun lalu tidak terjadi, hal seperti
ini pun tak mungkin bisa menghampiri. Kecelakaan maut itu tak akan bisa hilang
dan terbang di dalam pikiranku. Kedua orangtuaku meninggal seketika di tempat
kejadian dan menyisakan banyak luka juga kenangan.
Semuanya berawal dari kecerobohan kakakku
yang sok pintar ingin mengendarai mobil kami. Padahal saat itu kami semua tahu,
bahwa kakakku masih dalam masa pelatihan kursus menyetir. Seketika ia
kehilangan kendali hingga mobil kami oleng dan tak diduga menabrak mobil lain
yang berada tepat di depan kami. Mobil yang dikendarai kakakku terpental jauh
hingga terseret dan masuk ke dalam jurang sedalam 20 meter. Alhasil, ayahku
meninggal di tempat karena terhimpit oleh badan mobil yang rusak berat,
sementara ibuku hilang karena terpental jauh dan keluar dari dalam mobil.
Beruntung nasib baik masih berpihak padaku dan juga kakakku. Tapi tetap saja
hatiku terpukul melihat jasad ayahku yang berlumuran darah dengan posisi
terlentang dan terjepit badan mobil tepat di hadapanku.
“Lihat! Ini semua akibat perbuatanmu Kak, sekarang apa yang bisa kita lakukan?”
teriakku memarahi kakak.
Hanya
kalimat singkat itulah yang sampai saat ini terus kukatakan pada kakak. Dan
sampai selamanya aku tak akan pernah bisa memafkannya atas semua kejadian pahit
yang menimpa keluargaku itu.
Kini
kakiku cacat total, karena harus di amputasi akibat mengalami infeksi yang
cukup parah di bagian lutut ke bawah. Sementara kakak ku hanya mengalami luka
ringan saja di bagian tangan dan wajahnya. Aku merasa ini semua tak adil
baginya. Seharusnya dia mendapat luka yang lebih parah dariku, karena semua ini
murni kesalahannya.
Sekarang ini dengan bebasnya dia
berjalan kesana-kemari bersama beberapa teman kampusnya. Tapi apa yang terjadi
denganku? Aku hanya bisa berdiam diri di rumah dengan mendapat pelajaran dari
guru privat, dan aku sama sekali tidak memiliki teman. Semua anak sebayaku tak
mau berteman karena melihat kondisiku yang cukup memprihatinkan. Dan sampai
kapan aku bisa bertahan dalam menghadapi semua cobaan Tuhan yang di berikan?
Kakak
memang sesekali menyemangatiku akan hal ini, dan berulang-ulang memintaku agar
tak terus menyalahkannya. Tapi itu semua sama sekali tak bisa. Aku amat
membencinya walau sebanyak apapun ia memohon dan bersujud di hadapanku.
“Ayo
De, maafkan kakak! Kakak benar-benar tak menyangka kejadiannya akan seburuk
ini. Lima tahun kamu memusuhi kakak, dan kakak tak mau kamu terus begini De . .
.” ucap kakak yang setiap hari terus membujukku.
“Apa?
Maaf? Tidak segampang itu kak, apa dengan kakak minta maaf ayah dan ibu akan
kembali? ENGGAK kak!” teriakku sambil menangis dan lagi-lagi teringat akan
kejadian tragis itu.
Sempat
aku berpikir, sampai kapan hidupku akan terus menerus seperti ini. Aku ingin
sekali bangkit dan keluar melihat dunia, tapi aku benar-benar tak bisa dengan
melihat kondisiku saat ini. Aku tak berani jika harus pergi keluar rumah,
karena aku takut orang-orang diluar sana semuanya mengejekku dan mengacuhkanku.
Aku sangat takut Tuhan . . .
Selain home schooling, hari-hari
kulewati dengan menghabiskan waktu di kamar dengan menulis. Aku sangat senang
mencurahkan semua isi hatiku ke dalam sebuah goresan pena di atas kertas putih
bersih. Hanya alat itulah yang menemani setiap hari-hari sepiku. Karena aku
tidak memiliki tempat untuk meluapkan semua emosiku selain kertas dan pena itu.
Tapi kakakku lagi-lagi datang mengganggu kehidupanku, ia bersikeras menyuruhku
untuk berhenti menulis dan mencoba membujukku agar mau melihat dunia di luar
sana. Tapi aku takut semua orang akan mengacuhkanku, kakak benar-benar tak
mengerti dan aku semakin saja membencinya.
Suatu
ketika aku sedang tidur pulas, kakak secara diam-diam masuk ke kamarku dan mengambil
buku harian yang biasa kupakai untuk mencurahkan semua isi hatiku. Saat itu
juga tanpa sepengetahuanku, kakak mengirimkan tulisan itu ke dalam sebuah redaksi
penerbit buku dan berharap mereka mau menerbitkan buku untuk tulisanku itu. Dan
saat ku tanya soal keberadaan buku harian itu, kakak tidak mau menjawabnya dan
hanya berkata,
“Kakak
sedang mencoba membuatmu bangkit De, kakak tak ingin melihat kamu terus menerus
larut dalam kesedihan dan kesendirian,” ujarnya pada ku seperti biasa disertai
dengan senyuman manisnya. Aku sama sekali tidak terpengaruh, karena memang hati
ku t'lah sepenuhnya membencinya.
Satu
bulan berlalu, pihak penerbit mendatangi rumahku. Mereka mencari kakakku yang
bernama Antonio Ramadhan, dan berkata bahwa mereka tertegun melihat tulisanku
yang memang sedikit mengharukan juga penuh perjuangan di dalam kesendirian.
Kakak memanggil ku seketika untuk memberi tahu kabar baik ini. Aku yang tidak
mengerti hanya bisa terheran dan bertanya-tanya soal apa yang terjadi
sebenarnya. Kakak dan pihak penerbit menceritakan semuanya hingga membuatku
terkejut dan terharu. Ternyata kakak benar-benar ingin aku bangkit dari keterpurukan,
dan tak ingin terus menerus melihat ku sendirian.
Berbulan-bulan kini tulisan ku makin di
gemari para pembaca. Bahkan mereka sampai membuat perkumpulan khusus untuk para
penggemar buku ku dengan nama "Alicia Putri FansBook". Aku sangat
senang dan tak menyangka, kakakku yang selama ini kuanggap jahat dan tak pernah
peduli, ternyata mampu membangkitkan semangatku lagi. Kini aku sadar bahwa
kekurangan itu bukanlah hal yang bisa menahan semua harapan juga impian.
Pada suatu hari penerbitan buku baru ku
di gelar bersamaan dengan konferensi pers untukku. Semua peminat pembaca buku hadir,
dan jumlahnya tak bisa kuhitung lagi. Tak kusangka hasil karyaku selama ini
bisa sukses dan mempunyai banyak penggemar. Mereka semua terkagum karena orang
tak sempurna seperti aku bisa menerbitkan buku yang luar biasa. Aku semakin
termotivasi berkat dukungan mereka, dan aku semakin semangat dan tak pernah
lagi takut untuk melihat dunia.
Ketika
konferensi pers berlangsung, betapa aku dan kakakku terkejut saat melihat salah
seorang penggemarku nekat maju ke atas panggung dengan meneriaki namaku juga
langsung memelukku. Dan ternyata dia adalah ibuku. Ibuku yang selama ini diduga
hilang dalam kecelakaan lima tahun lalu. Ternyata ia selamat dan selama lima
tahun ini terus menerus mencari keberadaanku dan kakakku. Sampai ia mendapati
kabar di televisi dan media cetak bahwa aku sekarang ini telah menjadi seorang
penulis dan akan mengadakan konferensi pers di salah satu gedung ternama.
Kini keluarga ku t'lah kembali
berkumpul, walaupun tidak bersama ayah tercintaku. Tapi aku sangat bersyukur
pada Tuhan karena t'lah mengabulkan doa dan harapanku selama ini. Aku sadar
jika kekuranganku ini tidak seharusnya disembunyikan tapi justru harus kutunjukan.
Karena aku tahu, Tuhan selalu mempunyai rencana di balik semua cobaan yang
diberikannya.
Post a Comment
Thanks for coming. I am glad you have reading this so far.
♥, acipa