Bisa jadi mirip dengan kebanyakan orang, malam sebelum hari H perjalanan ini, aku nggak tidur sama sekali. Takut telat, iya banget. Selain itu, masih parno kalau-kalau perjalanan Bandung - Jakarta nggak sesuai dengan waktu yang diestimasikan. Tapi ya gimana, nyampe tepat waktu juga, pukul 09.00 WIB, sementara boarding baru bisa dilakukan pukul 13.00 WIB.
Mampus kau dikoyak-koyak kegabutan.
Tapi pastikan selalu kasih ruang untuk sesuatu yang nggak terduga, catet!
Oh iya, kalau kamu juga butuh voucher untuk tiket travel, daftar lewat sini atau masukin kode REDBTFEU untuk dapat potongan harga Rp80.000. Cuan banget!
Singkat cerita, dengan membunuh waktu keliling Terminal 2 SHIA, melewati gate demi gate sampai menuju garbarata, perjalanan dari Jakarta menuju Penang ditempuh dengan waktu sekitar 2 jam 20 menit.
Tiba di bandara, hal yang pertama kulakukan adalah ambil uang tunai Ringgit Malaysia. Di perjalanan kali ini, aku nggak menukar uang sama sekali di money changer Indonesia. Selain karena males, rate-nya kadang nggak begitu bagus. Bermodalkan kartu ATM yang bebas biaya tarik tunai di luar negeri, aku dapat MYR 1 setara dengan IDR 3479,28. Hmm, lumayan lah ya.
Demi kelancaran internet, sebelumnya aku udah pesan simcard TuneTalk yang kubeli via Klook seharga IDR 151,721 (setara MYR 50). Digabung pembelian tiket funicular tram Penang Hill, aku bisa dapat potongan IDR 45000. Lumayan cuan, kamu juga bisa pakai kode 57BY65 untuk dapatkan diskon Rp45,000 di transaksi pertamamu. Manfaatkan!
Harga DiGi terbilang lebih murah, cuma setelah membandingkan kuota yang ditawarkan, akhirnya kupilih TuneTalk saja untuk 2 minggu
Selesai di bandara, tujuan berikutnya adalah apartemen Kak Martha, host Couchsurfing-ku di Penang yang ternyata sama-sama orang Indonesia. Jarak dari bandara ke rumahnya nggak begitu jauh, tapi harus pakai Grab karena nggak ada bus yang langsung menuju sana. Well, ada, tapi ribet, jadi ywdh kita praktisin dulu aja ya :D
Agak lucu karena sempet ditegur driver Grab-nya gegara salah masukin pick up point, yang harusnya Arrival Hall, akunya malah nunggu di Departure Hall. Yaah, ya sudah, don't make a little gravel ruined your holiyeay ya Cip, wkwk.
Di hari ketibaan ini, aku nggak pergi ke mana-mana dulu. Ada sih niat untuk ketemu teman baru dari CS dan main ke Pesta Pulau Pinang 2019 yang lagi digelar selama Desember kemarin. Tapi, demi mengistirahatkan kaki dan juga hati untuk beberapa hari ke depan, aku memilih bercengkerama dengan Kak Tha dan juga housemate-nya. Makasih ya sudah ditraktir pizza dan boba pertama dan terakhirku di 2019 :D
Day 1: 13 Desember
Rasanya aneh karena adzan Subuh berkumandang sekitar jam 6 pagi waktu Malaysia. Menyenangkan juga bisa lihat langit dari lantai 18 dengan jendela kamar Kak Tha yang super lebar setelah claustrophobic di kosanku yang nggak ada jendela menghadap cahaya luar. Gegara perbedaan waktu ini, jadi harus menyesuaikan baru bisa keluar rumah sekitar jam 8.30am dengan cahaya matahari yang mulai bikin gerah.
Dari apartemen Kak Tha di Bayan Baru, jalan kaki menuju bus stop terdekat, niat pertamaku hari ini adalah ke Penang Hill. Dengan bus Rapid Penang menuju Air Itam, biaya yang dikeluarkan cuma RM2,7. Tapi, gegara kehodobanku, ada drama nyasar dulu sebelum akhirnya hampir sejam keliling sana-sini dulu.
Nyampe di lower station Penang Hill, antrian orang udah banyak banget. Tapi karena aku udah pesen tiket keretanya via Klook seharga IDR 101,147 (setara MYR 30), aku tinggal ikut barisan fast lane untuk ambil tiket fisiknya berupa tap card. Jangan lupa pakai kode 57BY65 untuk dapatkan diskon Rp45,000 di transaksi pertamamu ya, kamu juga bisa daftar akunnya lewat sini.
Selesai ambil tap card, masih harus ngantri lagi untuk naik si funicular tram-nya. Well, antrian fast lane memang cukup memudahkan kalau mau kebagian lebih cepet. Tapi, berhubung aku kena harga turis asing dan ngerasa oke-oke aja dengan tiket normal lane yang kupunya, harga segitu cukup worth it kok. Ya walaupun kalau dibandingkan, harga tiket yang kubayar setara dengan fast lane untuk warga lokal. Curang ya 😒
Long story short, naik juga lah si kereta dari lower station menuju upper station Penang Hill ini. Jadi, Penang Hill atau Bukit Bendera adalah kawasan bukit dengan ketinggian 830 m di atas Georgetown -- ibukota Penang -- yang berjarak sekitar 9 km. Untuk menuju bukit ini, salah satu pilihan yang populer adalah dengan menaiki kereta miring atau funicular tram dengan gradien 45°. Perjalanan memakan waktu sekitar 10 menit dengan satu kereta bisa mengangkut 80 - 100 penumpang.
Sayang banget pas kereta naik ini, posisiku nggak begitu nyaman. Jadi nggak bisa dapat momen foto-fotonya, haha. Tapi kerasa banget sih curamnya, makanya si funicular tram railway ini juga disebut-sebut sebagai the steepest train to reach the peak. Oh iya, akses lain menuju Penang Hill juga bisa dengan hiking lewat Penang Botanical Garden. Cuma aku nggak tau info pastinya, jadi kalau penasaran, bisa mlipir ke blog lain ya :)
Sampai di Penang Hill, orang-orang langsung memburu spot yang jadi primadona buat ngelihat seantero Penang. Suasananya adem, tapi masih ada panasnya juga. Katanya sih, suhu di bukit tertingginya Penang ini 5°C lebih rendah daripada suhu udara di kota. Bisa dibilang kayak Lembang-nya Bandung lah, tapi jelas masih dinginan Lembang hahah.
Berjalan sedikit dari area itu, ada teropong yang bisa dipakai untuk ngelihat Pulau Penang lebih jelas. Cukup dengan RM1, selama 2 menit, kehidupan di bawah bukit jadi terlihat lebih dekat. Kita bisa ngelihat Penang Bridge, Georgetown, bahkan ferry menuju Butterworth kalau lagi melintas. Boleh dicoba kalau mau!
Di Penang Hill ini, ada beberapa wahana berbayar lagi yang bisa dimasuki, kayak museum bertema, atraksi permainan anak-anak, simulasi gempa, bahkan yang paling bagus ada The Habitat namanya. Pengunjung bisa berjalan di canopy walk dan kalau menjelang sunset, bisa menikmati tenggelamnya matahari di balik bukit. Tapi, karena menurutku harga tiketnya setara dengan tiket masuk Penang Hill, jadi skip deh.
Menjelajah Penang Hill ini bisa dengan jalan kaki atau diangkut golf car berbayar. Tentu saja aku pilih cara pertama buat hemat bensin. Tapak yang bisa dikelilingi juga ada empat, path A yang paling pendek sampai path D yang terpanjang. Kalau dipikir-pikir, Bukit Bendera ini mirip kayak Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda a.k.a Tahura Dago. Cuma karena ada experience naik kereta miring dulu, jadi lebih seru.
Di sini juga ada christ church, hindu temple, dan masjid yang bisa digunakan untuk beribadah. Kalau lapar, ada medan selera (food court) atau disebut juga Astaka Bukit Bendera. Harga makanannya ya cukup wajar lah untuk area wisata.
Aku sendiri pesan Ais ABC seharga RM12. Mangkoknya dikelilingi isian buah-buahan, jeli, bubuk kacang, dan di atasnya ada es krim vanila. Di tengah teriknya Penang Hill yang antara adem dan gerah, enak banget, meski ya sejujurnya templokan es serutnya yang menggunung, buahnya juga nggak manis banget, wkwk.
Selesai rehat sebentar, aku balik lagi ke upper station untuk turun ke bawah Penang Hill. Ya naik ngantri, turunnya juga ngantri. Di upper station bisa juga upgrade ke fast lane ticket kalau mau. Aku sih ogah, kek sama aja gitu lho, haha. Toh pas turun, kebagian juga dapat posisi di depan funicular tram, jadi bisa videoin pas turunnya.
Beres di Penang Hill, destinasi berikutnya adalah Kek Lok Si Temple. Jaraknya sekitar 2,6 km dan kalau naik Grab paling cuma 10 menitan seharga RM6. Tapi, dasar hemat bensin, niat aja jalan kaki menuju sana. Berhenti sebentar, bisa beli ais tebu (RM2) yang syegeeer banget.
Sebelum ke Kek Lok Si, aku mampir juga ke Penang Air Itam Laksa yang katanya favorit banget. Letaknya ada di Pasar Air Itam, pokoknya kalau ada yang rame, di situlah lokasinya. Dengan kocek seharga RM5, semangkok laksa penang tersaji nggak lama di hadapanku.
Kebanyakan pelanggannya adalah Chinese people, kalaupun ada bule kayaknya turis gitu, keknya cuma aku doang yang kerudungan. Tapi karena bahannya nggak ada yang aneh-aneh, ya udahlah bismillah.
Enak banget nggak boong! Mie laksanya lembut, semacam kwetiaw tapi round-shape, kenyal, dan ngegeleser di mulut (apaan si ngegeleser?) Kuahnya coklat kehitaman dengan bumbu yang cukup kuat dari jahe, asam, bawang, cabe, dan surprisingly ada daun mint. Nggak butuh waktu lama buat ngabisin, semangkok kurang sih menurutku, tapi kalau dua kebanyakan. Jadi enaknya beli 3 porsi buat berdua biar kenyangnya mantep, nggak nanggung gitu, LOL.
Beres dari Penang Air Itam Laksa, nyampe juga di Kek Lok Si Temple. Nggak begitu banyak orang, kontras banget sama Penang Hill, haha. Kalau misalnya males ngantri naik funicular tram yang itu, di sini juga bisa naik inclined lift untuk mencapai area puncak kuil. Dengan tiket RM8 untuk dewasa one way, pengunjung masuk semacam lift gitu selama 5 menit (pendek, tapi karena lambat aja) dilanjut naik buddy car gitu. Yah, miniaturnya Penang Hill lah, gak usah ngantri pulak, aku aja naiknya sendiri LOL.
Di puncak kuil, kita bisa ngelihat komplek Kek Lok Si. Sekitar jam 2pm itu nggak banyak aktivitas jadi aku bisa keliling tanpa ngeganggu ibadah orang-orang. Kek Lok Si ini adalah kuil Buddha yang dibilang terbesar di Asia Tenggara. Spotlight-nya adalah pagoda tujuh tingkat bernama Pagoda Rama VI dengan patung Buddha yang super banyak. Dari kejauhan, kita juga bisa ngelihat patung Dewi Kuan Im setinggi 30,2 m yang terbuat dari perunggu.
Sayangnya, area yang jadi titik populernya itu udah ditutup karena hampir sore. Ywdh kan, untuk turun aku jalan kaki aja nggak pakai lift yang tadi. Melewati Pasar Air Itam lagi (nggak jadi beli laksa lagi karena sold out, wkwk), dan dari situ naik bus Rapid Penang menuju Bayan Baru.
Kerasa banget modernitas di Penang ini, setiap bus stop ada layar penunjuk otomatis yang ngasih tau estimasi bus berapa lama lagi datang. Meski kadang intervalnya lama, tapi ini jadi kemudahan tersendiri. Kalau dibandingkan bus di daerahku sih ya kalah jauh, tapi kayaknya di Indonesia juga belum banyak yang kayak gini kan? Atau nggak ada malah? Cmiiw.
Cerita hari pertama dicukupkan. Masih ada 11 hari lagi yang mau kutulis, yeay. Tunggu ya~
wah asyinya jalan2 ke sana
ReplyDeleteWah,seru banget keliling sampe 11 hari gitu,enak bisa jalan2 terus ya kak,mqkasih info kulinernya.
ReplyDelete