Sebagai salah satu kota yang dianugerahi UNESCO World Heritage Site, Melaka atau Malaka jadi salah satu tempat yang masuk wishlist sejak dulu. Dari zaman mata pelajaran IPS nyeritain Malaka sebagai jalur perdagangan dunia, aku selalu ngebayangin keberadaan lokasinya seperti apa.
Kupikir Malaka ini masih ada di Indonesia, ujung utara sana Pulau Sumatera, mungkin iya saat masih zaman Nusantara baheula. Tapi ternyata, Malaka ternyata sudah ada di negara yang berbeda. Tadinya lagi, Malaka bakal jadi daftar yang masuk #ASEANTrip yang kususun, taunya udah menjejak duluan di sini...
...MESKI CUMA DUA JAM.
Ngapain dah dua jam-an doang di kota sekeren itu? Nggak lain dan nggak bukan karena sesi heritage visit kegiatan ini benar-benar di luar ekspektasi. Arus lalu lintas dari Johor Bahru melintasi 200+ km terbilang ramai lancar. Jadi ya sudah, dengan berat hati perjalanan di Kota Merah ini hanya cukup dipuaskan dengan waktu yang seada-adanya.
Area yang paling pertama dijejaki adalah kawasan pusatnya Malaka alias Red Square. Di garda depan, keliatan Menara Taming Sari yang menjulang setinggi 110 meter. Tapi karena masih ngetem nunggu pengunjung yang lain dan mulai sekitar 30 menit sekali, aku cuma bisa ngelewatin wahana yang satu ini, huhu.
Masuk ke dalam, suasana alun-alunnya Malaka ini mulai rame. Apalagi saat itu kami datang di hari Sabtu yang berarti banyak juga pengunjungnya. Tapi karena lagi-lagi datang di jam istirahat siang, beberapa museum yang tersebar di banyak titik nggak bisa dimasuki. Sayang banget banget sih, sebagai tukang jelajah yang ngejadiin museum buat destinasi, aku cuma bisa gigit jari mengingat waktu di Melaka ini cuma sekejap.
Dari pelataran Muzium Umno Melaka, aku, Kak Fia, dan Kalin mengangkat kaki menuju St. Paul's Hills. Di bukit ini, ada puing-puing St. Paul's Church yang masih tersisa. Bangunan yang sebagian atapnya terbuka ini cukup dipadati pengunjung kala itu. Dari spot ini, kita bisa ngelihat wilayah Kota Melaka dan laut di seberangnya. Cantik!
Turun dari bukit, ada A'Famosa Port di bawahnya. Bangunan ini semacam benteng pertahanan dengan meriam di kanan kiri bagian depan bangunan. Areanya sendiri nggak begitu besar, tapi bisa jadi jalan menuju bukit St. Paul tadi kalau ngambil dari arah masuk yang berbeda.
Karena cuaca Kota Melaka yang makin panas, kami bertiga iseng masuk ke museum yang lagi buka tanpa penjagaan. Namanya adalah Museum Memorial Pengisytiharan Kemerdekaan atau Proclamation of Independence Memorial Museum. Jujur bukan termasuk museum yang bikin menarik hati sih, soalnya koleksi di dalamnya hanya berupa pajangan. Nggak ada diorama sebagai koleksi interaktif. Dan kami keburu diusir karena kayaknya petugas masih istirahat, ketauan niat numpang ngadem doang, wkwkwk.
Sepanjang Jalan Kota ini, ada banyak museum yang bisa ditemui. Bahkan, di sebelah kanan Muzium Umno itu nggak kurang dari tiga museum bisa dijelajah. Beberapa di antaranya ada yang free entry, sebagiannya berbayar dengan kisaran harga untuk pelancong luar negara RM 10. Tapi karena waktunya nyisa bentar, kami lanjut ke spot berikutnya.
Tadinya sempat rada bingung mencari The Stadthuys. Ternyata oh ternyata, area ini rada bersembunyi di sebelah kiri jalan masuk gereja St. Paul. Kalau di area permuseuman rame, yang ini nggak kalah rame. Selain keberadaan Christ Church itu, penjual souvenir juga banyak ditemukan di sini. Aku sempat beli beberapa gantungan kunci yang sampai sekarang lupa belum dibagi-bagi, hhh.
Nah, kalau masih ada waktu, bisa banget untuk keliling tempat menarik lainnya. Aku sendiri baru ngeh kalau di Melaka ini banyak banget museum. Belum lagi Melaka River yang melewati kota ini. Siapa coba yang nggak mau melewatkan hening-hening syahdu naik river cruise di waktu senja menuju malam? Harus banget sih dicoba!
Tapi karena teror di grup jarkom udah berkoar, kami terpaksa balik lagi ke meeting point depan area Melaka. Biar nggak kecewa banget, aku sempatkan nyicip cendoldawet khas Malaka dekat Menara Taming Sari. Pengennya sih menu berisi durian musang king, tapi karena biar hemat, jajanan yang ini di-skip dulu biar nanti masih penasaran untuk balik lagi :D
Yang paling disayangkan adalah... aku nggak datang ke Melaka Straits Mosque karena areanya yang rada terpisah dari pusat kota ini. Dengan keunikan sebagai masjid terapung di Selat Melaka, rasanya nggak ada alasan buatku untuk nggak revisit kota ini di lain hari. Doain ya zheyeng!
Kupikir Malaka ini masih ada di Indonesia, ujung utara sana Pulau Sumatera, mungkin iya saat masih zaman Nusantara baheula. Tapi ternyata, Malaka ternyata sudah ada di negara yang berbeda. Tadinya lagi, Malaka bakal jadi daftar yang masuk #ASEANTrip yang kususun, taunya udah menjejak duluan di sini...
...MESKI CUMA DUA JAM.
Ngapain dah dua jam-an doang di kota sekeren itu? Nggak lain dan nggak bukan karena sesi heritage visit kegiatan ini benar-benar di luar ekspektasi. Arus lalu lintas dari Johor Bahru melintasi 200+ km terbilang ramai lancar. Jadi ya sudah, dengan berat hati perjalanan di Kota Merah ini hanya cukup dipuaskan dengan waktu yang seada-adanya.
Kalau ngambil arah dari depan, pengunjung bakal disambut Muzium Umno Melaka. Welcome~
Area yang paling pertama dijejaki adalah kawasan pusatnya Malaka alias Red Square. Di garda depan, keliatan Menara Taming Sari yang menjulang setinggi 110 meter. Tapi karena masih ngetem nunggu pengunjung yang lain dan mulai sekitar 30 menit sekali, aku cuma bisa ngelewatin wahana yang satu ini, huhu.
Masuk ke dalam, suasana alun-alunnya Malaka ini mulai rame. Apalagi saat itu kami datang di hari Sabtu yang berarti banyak juga pengunjungnya. Tapi karena lagi-lagi datang di jam istirahat siang, beberapa museum yang tersebar di banyak titik nggak bisa dimasuki. Sayang banget banget sih, sebagai tukang jelajah yang ngejadiin museum buat destinasi, aku cuma bisa gigit jari mengingat waktu di Melaka ini cuma sekejap.
Masih halu pengen naikin tangga di samping itu, hhh
Dari pelataran Muzium Umno Melaka, aku, Kak Fia, dan Kalin mengangkat kaki menuju St. Paul's Hills. Di bukit ini, ada puing-puing St. Paul's Church yang masih tersisa. Bangunan yang sebagian atapnya terbuka ini cukup dipadati pengunjung kala itu. Dari spot ini, kita bisa ngelihat wilayah Kota Melaka dan laut di seberangnya. Cantik!
Turun dari bukit, ada A'Famosa Port di bawahnya. Bangunan ini semacam benteng pertahanan dengan meriam di kanan kiri bagian depan bangunan. Areanya sendiri nggak begitu besar, tapi bisa jadi jalan menuju bukit St. Paul tadi kalau ngambil dari arah masuk yang berbeda.
Benteng pertahanan ini dibangun Alfonso de Albuquerque saat penjelajahan menuju Malaka
Karena cuaca Kota Melaka yang makin panas, kami bertiga iseng masuk ke museum yang lagi buka tanpa penjagaan. Namanya adalah Museum Memorial Pengisytiharan Kemerdekaan atau Proclamation of Independence Memorial Museum. Jujur bukan termasuk museum yang bikin menarik hati sih, soalnya koleksi di dalamnya hanya berupa pajangan. Nggak ada diorama sebagai koleksi interaktif. Dan kami keburu diusir karena kayaknya petugas masih istirahat, ketauan niat numpang ngadem doang, wkwkwk.
Sepanjang Jalan Kota ini, ada banyak museum yang bisa ditemui. Bahkan, di sebelah kanan Muzium Umno itu nggak kurang dari tiga museum bisa dijelajah. Beberapa di antaranya ada yang free entry, sebagiannya berbayar dengan kisaran harga untuk pelancong luar negara RM 10. Tapi karena waktunya nyisa bentar, kami lanjut ke spot berikutnya.
Tadinya sempat rada bingung mencari The Stadthuys. Ternyata oh ternyata, area ini rada bersembunyi di sebelah kiri jalan masuk gereja St. Paul. Kalau di area permuseuman rame, yang ini nggak kalah rame. Selain keberadaan Christ Church itu, penjual souvenir juga banyak ditemukan di sini. Aku sempat beli beberapa gantungan kunci yang sampai sekarang lupa belum dibagi-bagi, hhh.
Auto jadi warga negara Malaysia nggak ya? :D
Nah, kalau masih ada waktu, bisa banget untuk keliling tempat menarik lainnya. Aku sendiri baru ngeh kalau di Melaka ini banyak banget museum. Belum lagi Melaka River yang melewati kota ini. Siapa coba yang nggak mau melewatkan hening-hening syahdu naik river cruise di waktu senja menuju malam? Harus banget sih dicoba!
Tapi karena teror di grup jarkom udah berkoar, kami terpaksa balik lagi ke meeting point depan area Melaka. Biar nggak kecewa banget, aku sempatkan nyicip cendol
harus banget diulang mbak, ke Melakanya :D
ReplyDeleteYap, mungkin nanti sekalian main ke daerah lain di Malaysia :D
DeletePerjalanan yang menarik hanya dua jam tapi dapat foto kece :)
ReplyDeleteMakasih ❤ Sejujurnya lebih banyak berburu foto ketimbang menjelajah tempatnya :D
DeleteKe Malaka naik apa kak?
ReplyDeleteKebetulan masuk ke dalam rundown suatu kegiatan, dari Johor Bahru ke Melaka naik bus, tapi kalo dr KL bisa naik bus juga kok...
Delete