Beberapa waktu lalu aku pernah baca sekilas tentang forest bathing dari buku kehidupan ala jejepangan. Sehari sebelumnya, Kak @raisahn nge-posting di snapgram dia tentang #shinrinyoku. Bak semesta menuntun, akhirnya kemarin aku langsung pergi sendiri jalan-jalan ke Tahura.
Ini bukan kali pertama aku datang ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, setelah sebelumnya acara study tour zaman SD, tadabbur alam ciwi-ciwi Annisaa GAMAIS ITB dua tahun lalu, dan semester lima untuk kuliah lapangan Proyek Ekologi. Nah yang kemarin ini sejujurnya aku nggak mau ngapa-ngapain, selain ya itu tadi... nyobain forest bathing itu. Se-worthy apa sih???
Ngomongin soal forest bathing ini, apa sih yang terpikir pertama kali?
Mandi di hutan?
Mandi keringat dengan jalan-jalan di hutan?
Atau mandiin hutan? Nggggg, cip nganu lhoo ya.
Dalam bukunya berjudul Forest Bathing: How Trees Can Help You Find Health and Happiness, Dr. Qing Li menyatakan bahwa forest bathing atau shinrin-yoku ini adalah taking in the forest atmosphere, terhubung dengan alam melalui berbagai indera. Bisa juga dikatakan sebagai momen "membersihkan diri"dari segala dosa yang dilakukan di alam terbuka. Ya karena sesungguhnya dengan menjelajah dan menikmati hutan dengan segala isinya bisa disebut juga sebagai forest bathing. Lalu jadi ingat puisi Rangga AADC,
Bait ketiga itu acipa banget deh, haha!
Forest bathing pertama kali dikenalkan di Jepang pada tahun 1982 oleh Menteri Pertanian dengan sebutan shinrin-yoku (shinrin: hutan, yoku: mandi), tujuannya sebagai bentuk pengobatan secara eco therapy. Lingkungan hutan yang identik dengan suasana asri, hijau, sejuk, segar, dan tenang dipercaya dapat menurunkan rasa stres dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini didukung dengan penelitian The Physiological Effects of Shinrin-yoku dari Park Bum Jin dari Chungnam National University, Korea Selatan yang menyatakan bahwa orang yang sering menghabiskan watu di hutan punya kadar hormon kortisol (hormon pengatur tingkat stres) yang lebih rendah, denyut nadi yang lebih tenang, dan tekanan darah yang lebih teratur dibandingkan dengan orang yang nggak melakukannya (contohnya adalah masyarakat urban perkotaan).
Nggak cuma berfaedah untuk sisi emosional, kegiatan ini juga berdampak positif terhadap tubuh secara fisik. Ya simpelnya karena jalan-jalan, keringetan, ya lumayan lah ngebakar kalori. Spesifiknya, Dr. Qing Li dalam berbagai jurnal yang diterbitkannya bilang bahwa pohon-pohon di hutan menghasilkan aromaterapi natural bernama phytoncides yang nggak cuma ngelindungin hutan dari kerusakan, tapi juga bisa ngasih efek imunitas pada manusia.
Eh eh gimana tuh?
Phytoncides ini merupakan senyawa organik yang terkandung pada wood essential oil setelah diesktrak melalui berbagai prosesnya. Nah ngana bayangkan saja selama jalan-jalan di hutan kita ngirup udara di sana dong? Artinya secara tak kasat mata, kita juga kebagian menghirup senyawa tersebut dari proses yang dilakukan pepohonan di sana secara alami. Berkat senyawa ini, dapat mendorong sistem imun dengan meningkatkan jumlah sel natural killer (NK), meningkatkan konsentrasi dan good mood, mengurangi rasa nyeri di tubuh, meningkatkan level energi, membantu perbaiki kualitas tidur, dan banyak khasiat baik lainnya apalagi kalau dilakukan secara rutin.
Pas aku baca-baca sekilas tentang forest bathing di laman Greeners, harusnya sih "mandi hutan" ini nggak bawa perbekalan macam-macam, khususnya adalah gadget yang sengaja ditinggal. People said, disconnected to connected (with nature). Tapi ya tapi, karena menganut prinsip sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, mau nggak mau aku bawa backpack juga yang berisi daily essential karena berniat sekaligus bikin perencanaan kehidupan di tahun depan. Siapa tau hutan memberi inspirasi, inovasi, dan motivasi gitu. Bruh!
Dengan membayar tiket seharga Rp15.000,- ditambah bonus wristband, aku masuk ke area Tahura tanpa tujuan pastinya mau ke mana. Rasanya kayak hampir pernah ke semuanya gitu lho *tampol*. Gak deng. Freak-nya adalah dengan ngedatengin area plotting waktu Analisis Ekosistem Terestrial Proeko. Lokasinya tepat banget depan Dalemwangi Bed & Brew, tadinya memang mau sekalian nongki di sana kan, eh tapi masa baru datang langsung ke kedai sih. Nggak seru :(
Akhirnya jalan-jalan dilanjutkan dengan forest bathing beneran, dengan menyusuri area setapak (yang sesungguhnya nggak setapak banget) sampai lokasi Penangkaran Rusa. Sebenarnya udah lama kepikir mau main ke deer-protective cage gitu, tapi ngerasa lokasi yang di Tahura ini (kayaknya) nggak sebagus yang di Ranca Upas, hehehe. Eh ternyata tempatnya cozy sebab ada macam saung yang kujadikan tempat untuk baca buku #DearTomorrow dari Maudy Ayunda (klik di sini untuk #ReadingWithMe). More than worth it enough, huh?
Sekitar sejam di sana, aku memutuskan untuk balik lagi. Yang menyenangkan adalah di Tahura ini nggak banyak serangga terbang yang ngganggu, macam serdadu nyamuk waktu pengamatan burung di hutan mangrove Pantai Karangsong, Indramayu (tugas akhir Proeko yang sebenarnya seru, kalau nggak salah pakai kostum gelap yang senang dikerubungi nyamuk dan agas b*ad*b, hhhh).
Oh iya, karena cuaca Bandung yang memang tidak akan pernah membuatmu kecewa, kegiatan forest bathing ini nggak akan bikin kamu capek-capek banget lah, kecuali memang kalau niat untuk menjajaki hingga Curug Maribaya berjarak 6 km dari pintu masuk.
Habis ini, apakah aku akan rutin forest bathing lagi? Nggak janji selalu sih, tapi keberadaan Babakan Siliwangi yang (katanya) sebagai hutan kota jaraknya dekat dengan kampus,selagi tidak mager akan aku sempatkan, nggak sekadar refreshing tapi juga untuk memaknai tiap perjalanan kehidupan. Tsaaaaah.
Ini bukan kali pertama aku datang ke Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, setelah sebelumnya acara study tour zaman SD, tadabbur alam ciwi-ciwi Annisaa GAMAIS ITB dua tahun lalu, dan semester lima untuk kuliah lapangan Proyek Ekologi. Nah yang kemarin ini sejujurnya aku nggak mau ngapa-ngapain, selain ya itu tadi... nyobain forest bathing itu. Se-worthy apa sih???
Ngomongin soal forest bathing ini, apa sih yang terpikir pertama kali?
Mandi di hutan?
Mandi keringat dengan jalan-jalan di hutan?
Atau mandiin hutan? Nggggg, cip nganu lhoo ya.
Dalam bukunya berjudul Forest Bathing: How Trees Can Help You Find Health and Happiness, Dr. Qing Li menyatakan bahwa forest bathing atau shinrin-yoku ini adalah taking in the forest atmosphere, terhubung dengan alam melalui berbagai indera. Bisa juga dikatakan sebagai momen "membersihkan diri"
kulari ke hutan kemudian menyanyiku
kulari ke pantai kemudian teriakku
sepi, sepi, dan sendiri
Bait ketiga itu acipa banget deh, haha!
Forest bathing pertama kali dikenalkan di Jepang pada tahun 1982 oleh Menteri Pertanian dengan sebutan shinrin-yoku (shinrin: hutan, yoku: mandi), tujuannya sebagai bentuk pengobatan secara eco therapy. Lingkungan hutan yang identik dengan suasana asri, hijau, sejuk, segar, dan tenang dipercaya dapat menurunkan rasa stres dan meningkatkan daya tahan tubuh. Hal ini didukung dengan penelitian The Physiological Effects of Shinrin-yoku dari Park Bum Jin dari Chungnam National University, Korea Selatan yang menyatakan bahwa orang yang sering menghabiskan watu di hutan punya kadar hormon kortisol (hormon pengatur tingkat stres) yang lebih rendah, denyut nadi yang lebih tenang, dan tekanan darah yang lebih teratur dibandingkan dengan orang yang nggak melakukannya (contohnya adalah masyarakat urban perkotaan).
Nggak cuma berfaedah untuk sisi emosional, kegiatan ini juga berdampak positif terhadap tubuh secara fisik. Ya simpelnya karena jalan-jalan, keringetan, ya lumayan lah ngebakar kalori. Spesifiknya, Dr. Qing Li dalam berbagai jurnal yang diterbitkannya bilang bahwa pohon-pohon di hutan menghasilkan aromaterapi natural bernama phytoncides yang nggak cuma ngelindungin hutan dari kerusakan, tapi juga bisa ngasih efek imunitas pada manusia.
Eh eh gimana tuh?
Phytoncides ini merupakan senyawa organik yang terkandung pada wood essential oil setelah diesktrak melalui berbagai prosesnya. Nah ngana bayangkan saja selama jalan-jalan di hutan kita ngirup udara di sana dong? Artinya secara tak kasat mata, kita juga kebagian menghirup senyawa tersebut dari proses yang dilakukan pepohonan di sana secara alami. Berkat senyawa ini, dapat mendorong sistem imun dengan meningkatkan jumlah sel natural killer (NK), meningkatkan konsentrasi dan good mood, mengurangi rasa nyeri di tubuh, meningkatkan level energi, membantu perbaiki kualitas tidur, dan banyak khasiat baik lainnya apalagi kalau dilakukan secara rutin.
Pas aku baca-baca sekilas tentang forest bathing di laman Greeners, harusnya sih "mandi hutan" ini nggak bawa perbekalan macam-macam, khususnya adalah gadget yang sengaja ditinggal. People said, disconnected to connected (with nature). Tapi ya tapi, karena menganut prinsip sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, mau nggak mau aku bawa backpack juga yang berisi daily essential karena berniat sekaligus bikin perencanaan kehidupan di tahun depan. Siapa tau hutan memberi inspirasi, inovasi, dan motivasi gitu. Bruh!
Dengan membayar tiket seharga Rp15.000,- ditambah bonus wristband, aku masuk ke area Tahura tanpa tujuan pastinya mau ke mana. Rasanya kayak hampir pernah ke semuanya gitu lho *tampol*. Gak deng. Freak-nya adalah dengan ngedatengin area plotting waktu Analisis Ekosistem Terestrial Proeko. Lokasinya tepat banget depan Dalemwangi Bed & Brew, tadinya memang mau sekalian nongki di sana kan, eh tapi masa baru datang langsung ke kedai sih. Nggak seru :(
Dalemwangi Bed & Brew, kafe di area Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, Bandung |
Akhirnya jalan-jalan dilanjutkan dengan forest bathing beneran, dengan menyusuri area setapak (yang sesungguhnya nggak setapak banget) sampai lokasi Penangkaran Rusa. Sebenarnya udah lama kepikir mau main ke deer-protective cage gitu, tapi ngerasa lokasi yang di Tahura ini (kayaknya) nggak sebagus yang di Ranca Upas, hehehe. Eh ternyata tempatnya cozy sebab ada macam saung yang kujadikan tempat untuk baca buku #DearTomorrow dari Maudy Ayunda (klik di sini untuk #ReadingWithMe). More than worth it enough, huh?
Sekitar sejam di sana, aku memutuskan untuk balik lagi. Yang menyenangkan adalah di Tahura ini nggak banyak serangga terbang yang ngganggu, macam serdadu nyamuk waktu pengamatan burung di hutan mangrove Pantai Karangsong, Indramayu (tugas akhir Proeko yang sebenarnya seru, kalau nggak salah pakai kostum gelap yang senang dikerubungi nyamuk dan agas b*ad*b, hhhh).
Oh iya, karena cuaca Bandung yang memang tidak akan pernah membuatmu kecewa, kegiatan forest bathing ini nggak akan bikin kamu capek-capek banget lah, kecuali memang kalau niat untuk menjajaki hingga Curug Maribaya berjarak 6 km dari pintu masuk.
Habis ini, apakah aku akan rutin forest bathing lagi? Nggak janji selalu sih, tapi keberadaan Babakan Siliwangi yang (katanya) sebagai hutan kota jaraknya dekat dengan kampus,
MasyaAllah liburan yang menyenangkan.
ReplyDeleteAku belum pernah ke Bandung nih mba, masih alamidan asri banget tempatnya
Aku juga suka pegunungan, pokoknya yang hijau-hijau gini eheheh
Dibilang liburan juga kayaknya bukan, soalnya masih di Bandung ini xD Tapi ya memang seneng karena bisa lepas penat :D
DeleteWah asik ini, belum pernah kesana pas piknik di Bandung. Seandainya semua kota punya hutan ya.
ReplyDeleteAsyik banget hutannya. Noted. Wajib dikunjungi kalo pas ke Bandung, nih.
ReplyDeleteApa cuma aku ya yang tinggal di Bandung tapi belum pernah ke Tahura? :((
ReplyDeleteMenarik banget forest bathing ini, aku suka banget taddabur alam kek ginian nih, tinggal didoakan aja semoga cepat terealisasi dan dijauhkan dari mager. Trims. :))