Kepada pemilik rahim yang mengandungku,
Selamat pagi, aku disini sedang menulis surat untukmu. 10 km dari tempat yang kita sebut rumah dan di sela waktu istirahat sekolah, aku disini sedang menulis surat untukmu. Maaf tanpa dirimu tahu, aku sedikit moodie menghadapi pelajaran hari ini. Bukan karena apa, hanya saja pembelajaran ini tak begitu kupahami betul. Maukah dirimu jadi guru sepanjang hidupku?
15 tahun kita bersama, tanpa pernah sekalipun terpisah jauh dan terpisah lama. Bosankah aku? Mungkin. Tapi, bosankah dirimu? Pasti tidak! Aku ingat betul bagaimana dirimu memperlakukanku selama ini, dan baru kupahami sekarang, aku sadar bagaimana cara khasmu menghadapi sifat dan watakku selama ini.
Saat aku bertanya, “Kenapa harus nama Asy-syifaa?”. Kadang dirimu berdiam sejenak, mungkin berpikir atau entah apa, menyusun kalimat per kalimat seperti apa yang harus kau ucapkan ketika menjawab pertanyaan kecilku. Aku tak sabar, lalu pergi meninggalkanmu.
Namun, saat pertanyaan itu baru saja kuajukan beberapa hari yang lalu, kau dengan mantap menjawab,
“Asy-syifaa itu artinya obat…,”
Namun belum selesai dirimu jawab, aku menyela potongan pembicaraanmu.
“Aku nggak suka obat, pahit!”
“Asy-syifaa juga berarti penenang hati…,”
“Berarti aku obat penenang gitu?”
“Asy-syifaa itu artinya obat penenang hati, doa kami hanya ingin kamu jadi anak yang bisa menenangkan hati banyak orang. Mungkin tidak dengan cara yang kebanyakkan orang lakukan, tapi kami tahu kamu punya cara sendiri. Kami juga berharap kamu sebagai obat penyembuh dari setiap luka, apa pun itu.”
“Lha, aku nggak minat jadi Dokter kok!”
“Walaupun seringkali kamu membuat jengkel kami, tapi kami bahagia, kamu tetap yang terbaik bagi kami.” Katamu tepat, tepat sasaran mengenai hatiku, namun setelahnya kau malah bergelak tawa dengan orang ini.
Aku pun ikut tertawa, di balik kenyataan bahwa sampai saat ini aku sedang berpikir setiap kalimat demi kalimatmu dalam menjawab pertanyaanku. Benarkah sampai dirimu berpikir demikian?
Orang yang kupanggil dengan sebutan Mamah,
Aku tak begitu tahu harus menyusun seperti apa surat ini. Kalau aku menulis bagaimana cerita kita, aku tak yakin kau bisa senang, karena itupun sama saja melihat ke belakang dan mungkin kau masih ingat. Percuma kah?
Surat ini akan pendek kurasa, karena tanpa diminta pun dirimu tak pernah suka aku melakukan hal-hal seperti ini. Kau terlalu khawatir kelak aku bisa dan seperti apa nantinya. Maka Ma, doakan dan restui aku melakukan apapun selagi aku sanggup dan bermanfaat untukku. Jangan pernah khawatir, karena kini gadis kecilmu yang dulu dipapah, telah tumbuh menjadi gadis remaja yang semoga tahu dan siap menghadapi dunianya.
Ia mungkin belum dewasa, apalagi mempunyai pemikiran sebrilian dirimu. Belum, belum saatnya. Tapi sungguh, ia telah siap bahkan umurnya yang masih sangat belia ini. Mamah tak perlu khawatir, namun… ia hanya meminta tolong ketika suatu saat kelak ia terjatuh, tersungkur, tersandung, hingga menangis, angkat dia, usap air matanya, beri ia semangat, dan doakan semoga kelak ia bisa berdiri lebih hebat dan lebih kuat lagi. Mungkin ia akan takut berjalan sendiri, maka tak apa bila nanti kau menemaninya.
Untuk sembilan bulan ketika Tuhan memberi ruh,
Aku mungkin bukan anak yang bisa kau banggakan, pada saudara-saudaramu, pada keluargamu, pada orang-orang, dan pada dunia. Aku tidak seperti itu, tapi kalau boleh, bolehkah kebanggaan ini bisa menjadi milikmu? Aku tak meminta kau memberitahukannya pada dunia, itu tak perlu. Karena cukup bagiku, kau menangis bahagia jika kelak semua yang telah kau lakukan tak pernah sia-sia, InsyaAllah.
Ma, bolehkah aku menyudahinya? Kalau kau mau, aku bisa setiap hari menulis surat-surat seperti ini. Tapi, bila itu harus ditunjukkan pada orang-orang, aku belum siap.
Ma, terimakasih.
Love.
by.asysyifaahs♥
Pasti nulisnya sambil nangis, ya? :) Semua tentang Mama emang bikin mewek..
ReplyDeleteHihi, malah aku nggak ngerasa gimana-gimana :D
DeleteSubhanallah! Ada begitu banyak kejujuran yang mengharu biru dalam tulisan ini. Ya, tulisan tentang sosok yang melahirkan kita pasti selalu demikian. Moga Ibu-Ibu kita senatiasa dilimpahi pahala dri sang Khalik. Amin.
ReplyDeleteAlhamdulillah, makasih Kak Chairul :) Amin...
Deleteaaaah cuma baca doang juga sedihnya kerasa apalagi kalau saya yang nulis ... iyaa saya sering menanyakan arti nama ...
ReplyDeleteHihi, makasih Kak Nabil ^^
DeleteKalau ada postingan tentang Ibu, selalu dapat membuatku ingin nangis. Terharu aku dibuatnya. Semoga kita kelak dapat membahagiakan ibu dan membuatnya tersenyum..
ReplyDeleteHehe, terimakasih Kak ^^ Amin
DeleteLuar biasa..icha..ingin rasanya teteh jadi ibu seperti ibumu..yang sukses membesarkan dan mendidik anak hebat sepertimu...sukses selalu...
ReplyDelete