Bismillahirrahmanirrahim...
Kemarin, saya punya hobi baru. Selain sejak kemarin pula saya mulai sering menyebut kata ganti dengan kata saya—yang entah akan bertahan seberapa lama, mungkin sampai saya kurang mau mengatakan kata saya lagi—saya punya hobi baru.
Tidak bisa dibilang unik atau menarik sih, tidak ada yang istimewa padahal. Tapi, yah, namanya saya sendiri—orang yang sukanya pamer pada hal apapun itu—makanya saya mau cerita, boleh kan? Toh, sebenarnya tidak ada yang melarang sih, ya kecuali pembaca blog saya sendiri yang—mungkin—tidak mau membacanya, hehe.
Sudah tahu jejaring sosial bernama SoundCloud kan? Nah, di situlah media saya menuangkan hobi baru tersebut. Bukan, saya tidak bernyanyi atau melantunkan nada-irama-syair-melodi di jejaring sosial dimana orang-orang bisa mendengarkan suara tersebut. Aneh? Tapi ya itu tadi, saya malah membacakan puisi-puisi yang kemudian saya rekam dan unggah di akun SoundCloud milik saya—iyalah, masa’ akun punya orang sih.
Belum banyak sih, ya karena saya baru memulainya kemarin. Tepat setelah hujan keduapuluh tiba dan mengguyur deras lalu mereda pada pukul 16.35.
Puisi-puisi ini bukan milik saya—saya tidak begitu mahir dalam memilih diksi paling bagus untuk menuangkannya dalam bentuk sastra lama ini, maaf. Jadi, saya mengambil puisi-puisi milik teman(-teman) saya. Namanya? Kita sebut saja Asmalia, bukan nama yang sebenarnya. Silahkan cari sendiri, kalau memang penasaran.
Puisi Asmalia ini—menurut saya—indah dan ajaib. Saya tidak sadar sejak kapan saya jatuh cinta pada puisi-puisinya. Lebih kagumnya lagi adalah, kemarin setelah hujan reda itu saya mulai teringat dengan puisi Asmalia. Kenapa harus Asmalia? Saya tidak yakin sepenuhnya, padahal dalam folder di laptop ini saya punya banyak dokumen yang memuat puisi-puisi dari teman saya yang lainnya. Kenapa ya?
Saya—hanya—baru mengunggah tiga rekaman saya di SoundCloud. Masih dikatakan sedikit dan tidak apa-apanya. Tapi, tenang saja, saya sudah mulai punya banyak stok untuk puisi apa saja yang akan saya bacakan di jejaring sosial yang satu itu.
Sejujurnya, saya belum meminta izin pada Asmalia untuk menggunakan karyanya. Pelanggaran hak ciptakah? Apa iya? Tapi kan saya tidak mengatakan bahwa puisi ini milik saya. Toh, di awal rekaman saya juga mencantumkan judul dan juga pemilik karangan ini. Yah, saya harap sih Asmalia tidak menggugat saya atas karyanya. Jujur, saya bingung sebenarnya.
Hobi ini memang tidak menarik, sangat kalau bisa dikatakan. Tapi, berawal dari keisengan itulah saya jadi punya niat lain.
Ini untuk kamu,...AsmaliaSaya tahu semenjak Juni yang lalu kamu sudah mulai lupa caranya berpuisi; seperti yang kamu katakan.Semoga saya tidak salah, gairahmu dalam menulis puisi perlahan mulai terkikis dengan berbagai kesibukanmu. Saya tahu, atau saya mungkin sok tahu.Saya tidak menuntutmu—atau mungkin sebenarnya menuntut, tapi saya tidak sadar—untuk menulis kembali. Tapi, kalau saya boleh berbicara, saya ingin kamu menulis lagi. Bukan, bukan untuk saya, tapi untuk orang-orang di luar sana yang cinta pada karyamu.Asmalia...akhir Oktober menjelang November saya mengetahui dimana kamu berada. Selamat!Andaikan saja saat itu saya juga lolos, mungkin kita berdua bisa bersua. Ingin sekali rasanya berteriak padamu, cepatlah menulis lagi. Aku rindu.Saya membebanimu? Iya sekali. Sedikit meminta, atau mungkin memaksamu agar mau menulis lagi..., demi saya. Saya egois.Asmalia..., seberapa besar pun saya memohon, kalau kamu memang tidak mau, saya bisa apa? Entahlah. Sejak kemarin itu, saya mulai sadar, kamu tidak bisa dan tidak mau dipaksa, iya kan?Saya—lagi-lagi sadar—ternyata saya banyak mau. Hei, sadarlah! Walaupun demikian, tetaplah menulis ya, kapan pun kamu menceritakannya saya selalu siap, semoga. Seberapa lama pun itu.Asmalia, saya rindu. Maaf ya.
by.asysyifaahs♥
Asy-syifa. tolong cek email kamu lagi ya. Sesegera mungkin. Thanks
ReplyDeleteNice teh :)
ReplyDelete