![]() |
Avara, You're My Dreamcatcher |
Aku nggak pernah tahu kapan aku merasakan gagal. Selama 14 tahun ini, dan dipikirkan dari beberapa bulan ke belakang, rasanya kok aku belum pernah gagal ya. Mungkin..., atau setidaknya aku lupa kapan terkahir kali tepatnya aku gagal.
Biar sedikit lebih terdengar nyaman, mungkin akan lebih baik kalau kali ini kata ‘gagal’ kita ganti untuk sementara waktu jadi ‘belum berhasil’. Walaupun mempunyai makna yang berbeda tentu saja, tapi bukankah kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda?
Jujur, aku belum pernah merasakan gagal, yang ada mungkin cuma belum berhasil. Iya, dulu sewaktu masih kecil, sewaktu masih masa-masanya bermain, aku nggak pernah gagal, hanya saja belum menjadi seorang pemenang saat itu.
Semakin lama..., aku adalah seseorang yang suka tantangan menurutku, atau setidaknya bisa dikatakan sebagai orang yang kompetitif. Aku suka kompetisi, dan aku senang melakukannya. Ada kepuasan tersendiri dikala aku ditunjuk sebagai duta sekolah untuk mengikuti beberapa ajang yang menurutku luar biasa.
Pernah waktu SMP, aku dan beberapa teman lainnya dipanggil oleh guru kami –Bu Heni– untuk menghadapnya. Aku yakin, aku tak pernah berurusan apapun dengan beliau, maksudku berurusan tentang sikap nakal (karena biasanya kalau bukan untuk jadi perwakilan sekolah dalam perlombaan, Bu Heni juga sering menangani murid-murid nakal). Selengkapnya tentang cerita ini, kamu bisa baca di bagian berseri dari Pemilihan Duta Sanitasi Tingkat SMP di Jawa Barat.
Singkat cerita, dari beberapa teman yang dipanggil, akhirnya aku terpilih untuk menjadi perwakilan sekolah. Senang? Belum. Ada kesenangan yang jauh memuaskan ketika bertemu 99 orang lainnya dari berbagai sekolah tingkat SMP/sederajat yang mengikuti ajang yang sama. Teman baru (bahkan sahabat baru), pengalaman baru, cerita baru, dan banyak hal baru lainnya yang aku temukan saat itu.
Sayangnya, harapanku untuk menjadi seorang Duta Sanitasi yang kemudian nantinya akan diikutkan lagi dalam ajang nasional tidak berhasil. Kecewa mungkin iya, tapi harus bagaimana lagi? Jujur, saat itu aku sudah memberikan apa yang terbaik menurutku, berusaha semaksimal mungkin tentu, tapi pastinya selalu ada langit di atas langit.
Semakin kesini, semenjak itu, ada banyak jenis perlombaan yang terus-menerus menjadikanku sebagai salah satu orang yang turut berpartisipasi di dalamnya. Ya, inilah hikmah. Waktu takkan pernah berbohong, hanya saja kita perlu setia, setia menunggu dan mengikuti Perjalanan Mengalahkan Waktu yang bukan tidak mungkin bisa kita hadapi.
Dari sekian banyak ajang kompetisi, aku belum pernah merasakan gagal yang membuatku teramat kecewa, dan semoga tidak akan pernah. Hanya saja, aku belum berhasil. Kalaupun demikian, setidaknya masuk menjadi Finalis pun sebuah kebanggaan menurutku, mengingat peserta lain yag mengikuti ajang –ajang tersebut tidak bisa dianggap mudah.
Aku masih ingat satu hal yang belum berhasil. Semester I kemarin, aku duduk di Peringkat 2. Ini sebenarnya bukan kegagalan, sekali lagi bukan, lebih tepatnya ada orang lain yang posisinya sedikit lebih unggul dariku (padahal nilai kami punya selisih yang kecil, lho). Kebelum-berhasilan ini sebenarnya tidak terlalu berpengaruh bagiku, hanya saja aku sedikit membuat kecewa kedua orangtuaku karena tidak bisa mempertahakan posisi Peringkat 1 selama 9 tahun terakhir.
Saat itu, aku menyalahkan diriku sendiri terhadap waktu. Ada banyak waktu yang aku sia-siakan untuk sesuatu yang setidaknya kurang bermanfaat. Aku sadar, aku salah. Aku sadar, waktu akan terus berjalan dengan atau tanpa kita minta. Aku sadar, waktu akan terus berlanjut sampai saat dimana ia memang benar-benar berhenti. Aku sadar, waktu adalah detak jam saat yang satu berdentang dan yang lain hilang. Dan aku sadar, satu detik yang lalu takkan pernah terulang untuk yang kedua kalinya.
Ada juga ajang kompetisi yang benar-benar belum menerimaku. Menjadi seorang #VolunterMuDA dalam Kompas MuDA Batch V tahun ini. Sedikit kecewa juga, apalagi ada 3 orang teman yang berhasil lolos. Bukan iri, tapi aku pikir saat aku bisa lolos tadinya, aku bisa bertemu salah dua diantara tiga untuk yang pertama kalinya, mengingat untuk bertemu Alifia –dia lolos tahun ini– sepertinya akan menjadi pertemuan yang tak terlupakan, karena sudah 2 tahun kami menjalin persahabatan lewat dunia maya tanpa pernah sekalipun mempunyai kesempatan untuk bersua.
Terakhir, aku rasa aku belum pernah mengalami kegagalan. Dan semoga saja tidak pernah mengalami kegagalan yang teramat fatal. Tapi..., sebagai manusia pastinya kegagalan akan terus berjalan beriringan dengan keberhasilan, walau sebenarnya lebih banyak keberhasilan dibanding kegagalan itu sendiri. Namun, kalau bukan karena kegagalan, kita nggak akan pernah tahu bagaimana arti keberhasilan itu sesungguhnya. Kalau bukan karena kegagalan, kita nggak akan pernah tahu bagaimana rasanya perjuangan. Kalau bukan karena kegagalan pula, kita nggak akan pernah sesering mungkin bertemu dengan-Nya lewat doa. Dan kalau bukan karena kegagalan, kita nggak akan pernah tahu apa yang harus kita hargai terhadap waktu.
*71 baris, 730 kata, dengan 2 halaman kertas A4, jenis huruf Times New Roman 11 pts, dan spasi 1,5
***
Perjalanan Mengalahkan Waktu
Sinopsis Perjalanan Mengalahkan Waktu
Dengarkan juga Original Soundtrack Perjalanan Mengalahkan Waktu, disini
Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Perjalanan Mengalahkan Waktu dari Fatih Zam bersama Penerbit Mizan dan Embrio Hard System
Untuk selengkapnya mengenai Giveaway ‘Perjalanan Mengalahkan Waktu’ dari Fatih Zam bersama Penerbit Mizan dan Embrio Hard System, silahkan klik tautan ini
Sponsor oleh:
Sponsor oleh:
![]() |
Penerbit Mizan |
![]() |
Embrio Hard System |
Post a Comment
Thanks for coming. I am glad you have reading this so far.
♥, acipa