Goresan Kilat di Badan
Pelangi
Pagi
yang kelabu tak nampak semburat mentari menyapaku. Langit begitu pucat seperti
halnya wajahku yang pucat menatap hari di balik jendela kamar rawatku di Rumah Sakit Islam
Jakarta yang
dekat dengan tempat tinggalku.
Kala
itu aku sedang menunggu detik-detik waktu untuk menghadapi sebuah operasi Liver cysts yang harus segera aku jalani. Umurku memang masih terbilang
cukup muda untuk merasakan sakit yang begitu parah.
Rasanya
aku pun cukup kecewa kala menyapa pagi itu yang tak secerah hari kemarin. Saat
aku sedang menyapa pagi yang kelabu itu terdengar getaran handphone milikku diatas tempat tidur di kamar rawat itu. Aku yang sedang
terduduk diatas kursi roda langsung beranjak mengambil handphone milikku itu.
Ternyata
itu adalah SMS dari pacarku, Alfin.
Tumben sekali pagi hari itu Alfin SMS aku, biasanya juga harus aku yang memulai
SMS padanya.
“Kamu udah
bangun?” isi SMS dari Alfin untukku.
Aku
pun langsung membalas SMS dari Alfin. Ketika SMS-an, aku dan Alfin tak biasanya sampai SMS-an
yang begitu panjang lebar dan bercanda-canda, menggombal karena biasanya dia
hanya membalas SMS dariku dengan semaunya saja bahkan membalas dengan begitu
singkatnya.
Senang
sekali rasanya impianku bisa merasakan perubahan sikap yang begitu tak terduga
dari Alfin kepadaku setelah 9
bulan kami berdua pacaran. Aku merasakan sedang terbang diatas awan bersama
burung-burung merpati yang indah, kemudian terduduk diatas lengkungan pelangi.
Saat
aku sedang merasakan kesenangan yang tiada terkira sebelum esok hari
melaksanakan operasi Liver cysts, tiba-tiba Alfin SMS aku seperti
berikut.
“Kalau memang Tuhan menghendaki, pasti kita bertemu lagi Sayang!” SMS-nya kepadaku.
Aku
kira Alfin SMS aku seperti itu karena jarak antara kami berdua yang memisahkan,
saat itu aku sedang berada di Jakarta
dan Alfin berada di Surabaya yang tinggal menetap disana bersama kedua orangtuanya.
Namun,
pikirku ternyata salah! Bukan itu yang Alfin maksud, tapi Alfin akan segera pergi untuk
melanjutkan studinya di Belanda, ia diajak oleh pamannya untuk beberapa tahun
menetap disana.
Sakit
memang yang kurasa, kenapa tak sebelumnya Alfin mengatakan bahwa dia akan pergi ke
Belanda dan mungkin saja akan menetap selamanya atau tidak akan pulang kembali
atau bahkan dia akan bersama perempuan lain.
Aku
patah hati sekilas bayanganku yang sedang terduduk manis diatas lengkungan
pelangi itu ambruk sekejap karena goresan kilat yang datang secara tiba-tiba.
Aku
menangis sendiri tak mampu menahan butiran kaca-kaca yang membelai pipiku,
kenapa harus disaat aku sedang terbaring lemah Alfin mengatakan itu semua, kenapa tidak dari sebelumnya? – batinku menjerit.
Aku
kecewa dalam sanubariku berbisik apa yang ada dipikirannya Alfin? Sampai tega
membuat hancur hatiku dan warasku yang sudah tak mau hidup lagi seperti
sebelumnya sehingga sempat membuatku tak ingin melaksanakan operasi saat itu.
Namun, sekejap hatiku terbangun ketika menatap mata ibuku yang mengkhawatirkan
keadaanku kala itu. Sehingga membuatku berpikir aku harus berani menghadapi
hari esok dan selanjutnya meski tanpa Alfin karena di depan mataku ada ibuku yang
menyayangiku dengan tulus.
Dari saat itu aku memulai hidupku
dengan harus selalu mencoba belajar memahami bahwa semua rencana Tuhan yang tak sesuai dengan harapan
kita akan selalu berakhir dengan baik untuk kehidupan kita semua selanjutnya.
Habis Galau Terbitlah Move On itulah
sekarang prinsipku.
Post a Comment
Thanks for coming. I am glad you have reading this so far.
♥, acipa