Kepada Ayah yang malam kemarin berdiskusi denganku,
Selamat pagi Abah, sebelum berangkat sekolah di hari Jumat, aku ingin menulis surat pertama ini untukmu. Dari dalam kamar milik gadis perempuanmu satu-satunya, aku sedang mendengar Abah berbincang dengan Mamah. Entah tentang hal apa, aku tak begitu menyimaknya dengan baik--toh, seorang anak tidak patut nimbrung pembicaraan orangtua kan, terkecuali jika kami diizinkan? Bukan begitu yang Abah ajarkan padaku dulu?
Entah harus kumulai dari mana, semua hal yang kita lakukan selalu menyenangkan. Sejak kecil, aku memang lebih dekat dengan Abah, begitupun sampai sekarang. Aku ingat tentang bagaimana Abah saat aku kecil mencari kerja, menjadi buruh, pekerja lepas, hingga sekitar tahun 2006 Abah bisa dipercaya untuk mendapat pekerjaan yang lebih baik pun lebih layak. Haruskah kuucapkan terimakasih untuk itu? Berkatmu, kami semua, aku, Mamah, dan Ikmal bisa hidup lebih baik dan semakin baik hingga sekarang. Terimakasih.
Abah adalah sosok orang yang kukagumi, laki-laki pertama yang selalu sigap melindungiku dan laki-laki yang takkan pernah mengkhianatiku. Abah juga bukan orang PHP yang sama seperti lelaki yang pernah kukenal sebelumnya, Abah ada untukku.
Meski sering ditinggal 3 bulan untuk pergi ke daerah di seberang sana, tak apa. Tak apa bila dengan begitu Abah bisa melakukan hal yang terbaik bagi kami. Rindu tidak hanya sekadar rindu karena sekarang teknologi informasi menjadi hal terbaik untuk kita bercakap-cakap walau via telepon. Aku senang hari ini Abah bisa pulang, meski hanya mendapat jatah cuti tidak lebih dari 3 minggu, aku bersyukur Abah masih sehat.
Abah yang kemarin malam berdiskusi tentang masalah ekonomi denganku,
Apa rasanya berbagi ilmu dan berbagi cerita dengan gadismu? Menyenangkan kah? Membosankan kah? Atau malah membuatmu mengantuk karena aku terlalu bertele-tele dalam bercerita? Saat topik awal membahas ini, sudah bisa dipastikan ceritaku akan merambat ke mana-mana, tersebar, dan meluas, hingga acap kali Abah lebih memintaku menyampaikan kesimpulannya saja. Hihi... maafkan anakmu ini ya, mungkin aku mendapat kebiasaan ini agak berlawanan denganmu.
Kemarin malam kita berbincang soal masalah ekonomi. Agak cukup berat sebenarnya pembahasannya, tapi entah kenapa kalau berdiskusi denganmu, semua terasa lebih ringan. Tidak ada rasa aku takut salah mengutarakan pendapatku, karena Abah benar-benar menghargai setiap pembicaraanku. Kemarin Abah bertanya, "Icha (panggilan kecilku) tahu soal inflasi?". Namun seketika itu juga aku malah bingung, jangan-jangan Abah mau mengetesku karena aku bakal ikut Olimpiade Ekonomi ya? Atau jangan-jangan Abah tahu kalau bahasan materi Ekonomi di kelasku juga sedang mempelajari masalah inflasi? Haha...
Walaupun sedikit bingung harus menjawab seperti apa--apakah harus seperti caraku menyampaikan materi pada teman, atau pada orang lain--aku mencoba menjelaskannya padamu. Tentang inflasi, masalah ekonomi yang mendera di Indonesia akhir-akhir ini, soal saham, obligasi, dan hal-hal seputar itu yang kuyakin caraku menyampaikannya kurang baik. Apa Abah paham maksudku? Hehe...
Aku juga nggak bertanya kenapa Abah bisa tiba-tiba membicarakan tentang hal itu, atau mungkin Abah berminat beli saham? Atau perusahaan Abah sedang terkena masalah soal obligasi? Hmm... kuyakin semua bisa bermanfaat, baik untukku sendiri maupun untuk Abah. Semoga.
Untuk Abah yang selama ini menyayangiku,
Terimakasih untuk segala-galanya. Walaupun kuyakin Abah nggak akan membaca surat anakmu ini, tapi kutahu Abah paham bagaimana rasa sayang dan hormatnya aku pada dirimu. Kalau anak-anak teman Abah punya cara umum menyayangi Ayahnya, maka aku punya cara tersendiri bagaimana aku berlaku kepadamu. Mungkin sedikit berbeda, tapi semuanya tetap sama, aku menyayangimu.
Lots of love,
Gadis kecilmu
Kemarin malam kita berbincang soal masalah ekonomi. Agak cukup berat sebenarnya pembahasannya, tapi entah kenapa kalau berdiskusi denganmu, semua terasa lebih ringan. Tidak ada rasa aku takut salah mengutarakan pendapatku, karena Abah benar-benar menghargai setiap pembicaraanku. Kemarin Abah bertanya, "Icha (panggilan kecilku) tahu soal inflasi?". Namun seketika itu juga aku malah bingung, jangan-jangan Abah mau mengetesku karena aku bakal ikut Olimpiade Ekonomi ya? Atau jangan-jangan Abah tahu kalau bahasan materi Ekonomi di kelasku juga sedang mempelajari masalah inflasi? Haha...
Walaupun sedikit bingung harus menjawab seperti apa--apakah harus seperti caraku menyampaikan materi pada teman, atau pada orang lain--aku mencoba menjelaskannya padamu. Tentang inflasi, masalah ekonomi yang mendera di Indonesia akhir-akhir ini, soal saham, obligasi, dan hal-hal seputar itu yang kuyakin caraku menyampaikannya kurang baik. Apa Abah paham maksudku? Hehe...
Aku juga nggak bertanya kenapa Abah bisa tiba-tiba membicarakan tentang hal itu, atau mungkin Abah berminat beli saham? Atau perusahaan Abah sedang terkena masalah soal obligasi? Hmm... kuyakin semua bisa bermanfaat, baik untukku sendiri maupun untuk Abah. Semoga.
Untuk Abah yang selama ini menyayangiku,
Terimakasih untuk segala-galanya. Walaupun kuyakin Abah nggak akan membaca surat anakmu ini, tapi kutahu Abah paham bagaimana rasa sayang dan hormatnya aku pada dirimu. Kalau anak-anak teman Abah punya cara umum menyayangi Ayahnya, maka aku punya cara tersendiri bagaimana aku berlaku kepadamu. Mungkin sedikit berbeda, tapi semuanya tetap sama, aku menyayangimu.
Lots of love,
Gadis kecilmu
by.asysyifaahs♥
Bah, punya blog gak, Bah? Baca surat cinta dari Kak Icha, Bah. :(
ReplyDeleteKak, cara download bannernya gimana ya?
Hihi, beliau nggak punya dan nggak aku kasih tahu *malu*
DeleteAku pakai widget Gambar kok, tinggal masukkin judul dan gambarnya
aduh aduh,,, surat untuk Ayah suka bikin berkaca-kaca.. :'(
ReplyDeleteHehe... makasih lho Kak Iko ^^
DeleteSemangat #30harimenulissuratcinta :)
ReplyDeleteWaah, sayangnya nggak akan sesemangat #1Day1Dream nih :D
DeleteKenapa ya aku selalu suka membaca tulisan dari anak perempuan untuk ayahnya hehehe. Semoga Abah selalu sehat ya, Sip!
ReplyDeleteAmin... Kak Asma, makasih ^^
DeleteKeren! Luar biasa! Dan saya yakin, tulisan ini terlalu kecil untuk dapat menggambarkan semua kecintaan mbak pada sosok Abah.
ReplyDeleteAku masih muda lho Kak Anwar :D
Delete